Rabu, 26 Desember 2007

...

Hari ini,merupakan hari bahagia yang dinanti keluarga kecil itu, ketika Allah mengabulkan pintanya. Setelah bertahun-tahun menikah, hingga kedua pasangan itu lanjut usia, akhirnya mereka pun diberikan keturunan. Seorang bayi mungil yang sehat, lincah, begitu menggemaskan!!. Kebahagiaan meliputi keluarga itu, terlihat wajah ayah dan ibunya begitu bersinar.

Allohuakbar, begitu besar rahmat Allah. Bayi mungil itu diberi nama Ismail

Kebahagiaan meyelimuti keluarga itu, Ismail yang mungil selalu ditimang dan disayang. Kehadiran Ismail kecil, membuat keluarga ini begitu bersinar

Tapi, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Allah memerintahkan ayahnya, Ibrahim, membawa istri tercinta dan buah hati yang telah lama diidam-idamkan ke sebuah padang pasir yang gersang, dan meninggalkan mereka disana. Ayahnya terlihat begitu gelisah, bingung, gundah gulana, entah bagaimana caranya menyampaikan hal itu kepada Siti Hajar, istrinya. Karena sungguh, ia tak ingin berpisah dengan mereka. Dalam perjalanan menuju padang pasir yang gersang, sang istri merasakan kegelisahan suami tercintanya, digamitnya lengan suaminya itu “ Apakah yang tengah kau pikirkan suamiku? Dirimu tampak begitu gelisah. Ungkapkanlah , aku akan selalu mendukungmu” katanya pada suaminya. Mendengar perkataan istrinya, Ibrahim semakin bingung, ia tidak tahu harus berkata apa, ia hanya membisu, sampai akhirnya tiba di sebuah padang pasir gersang yang panas menyengat. Ia mengutarakan kegelisahan yang sedari tadi dipendamnya, “Istriku, Allah memerintahkan aku untuk membawamu dan Ismail ke tempat ini, dan meninggalkan kalian di sini. Sungguh, hal ini begitu berat buatku, aku tidak tega melakukannya, akupun tak ingin berpisah, namun ini perintah Allah”

Istrinya memahami kegelisahan suaminya, awan mendung yang sedari tadi tampak menyelimuti wajahnya. Sebagai seorang istri, iapun tak ingin berpisah dengan suaminya, ditinggal dengan seorang bayi yang tak berdaya di padang pasir yang gersang itu. Ia bertanya ” Apakah ini benar perintah Allah suamiku?”

Suaminya mengangguk

Siti Hajar terdiam sesaat. Reaksinya benar-benar di luar dugaan, Istrinya tidak merengek minta pulang dan meninggalkan tempat itu, atau meminta suaminya menemaninya, atau protes kepada Allah yang memerintahkan sesuatu yang nampak tidak masuk akal. Meninggalkan seorang perempuan dengan anaknya yang masih bayi di padang pasir yang gersang dan sepi itu??
Siti hajar hanya tersenyum, seraya meneguhkan hati suaminya. Ia ingin suaminya mantap menjalankan perintah Rabbnya, walaupun itu bukan hal yang mudah, untuknya, maupun suaminya.

“Pergilah suamiku, tinggalkan aku dan Ismail di sini. Apabila Allah yang memerintahkan kita untuk melakukan ini, maka aku yakin, Ia tidak akan menelantarkan aku dan Ismail. Pergilah, cukuplah Allah sebagai pelindungku” katanya mantap.

Bagai diberi kekuatan, Ibrahim merasa lebih tenang. Sungguh, istrinya benar-benar wanita shalihah. Begitu taat kepada perintah Allah, tanpa keraguan sedikitpun. Ibrahim dengan tenang meninggakan istri dan anaknya yang masih kecil, ia yakin, seperti apa yang dikatakan istrinya, Allah akan menjaganya.

Hari demi hari dilalui Siti Hajar dengan sabar. Di padang pasir yang gersang itu, ia hanya tinggal berdua dengan Ismail yang masih kecil. Dengan penuh kasih sayang, disusuinya Ismail. Sampai suatu saat perbekalan mereka habis. Siti Hajar tidak lagi bisa menyusui Ismail. Ismail menangis kehausan, bukan hanya Ismail, ibunyapun begitu kehausan..Sambil menenangkan putranya, ia mencari minuman atau makanan. Namun padang pasir itu tetaplah padang pasir, benar-benar tidak ada sesuatupun untuk dimakan. Sampai suatu ketika, Siti Hajar melihat ada mata air mengalir di satu bukit, maka ia berlari akan mengambilkan air tersebut untuk putranya, sesampainya di sana, ia tidak menemukan mata air itu, mungkin hanya fatamorgana pikirnya, tetapi kemudian ia melihat mata air , di bukit satunya lagi, iapun berlari lagi menuju bukit itu. Namun sesampainya di sana, ia tidak juga menemukan mata air. Ia melihat air itu di bukit sebelumnya, maka iapun berlari lagi menuju bukit itu, dan sesampainya di sana, ia tak juga melihat air dan begitulah seterusnya hingga ia berlari dari bukit shafa ke bukit marwah selama tujuh kali. Akhirnya ia kembali kepada Ismail yang sedang menangis. Sambil menangis, Ismail kecil menghentakkan kakinya ke tanah, dan Allohuakbar…tanpa disangka, dari bekas hentakannya itu, keluarlah air.. Antara bahagia dan rasa takjub, “Allahuakbar” ungkapnya lirih seraya mengumpulkan air itu. Dan air itu tidak pernah berhenti mengalir sampai detik ini. Lama kelamaan, padang pasir yang gersang itu mulai subur dan menjadi sebuah perkampungan.

Sulit dipercaya, padang pasir yang tandus itu bisa berubah menjadi sebuah perkampungan. Padang pasir yang tadinya begitu gersang, tak ada satu orangpun yang mau singgah di sana, menjadi tempat yang ramai. Allah memang tidak pernah menelantarkan hambaNya.

Begitulah, gambaran sebuah ketaatan hamba kepada Rabbnya, ketaatan tanpa batas, pengabdian tanpa ragu. Kecintaan yang sesungguhnya, Cinta seorang hamba kepada Rabbnya. Cinta, yang dibalas cinta.

Ya Rabb, sampaikan salam kami untuk Ibrahim dan keluarganya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...